Monday, April 22, 2013

Orang Gunung Jadi Gubernur Tidak Injak Orang Lain

JAYAPURA,  — Adanya isu yang dihembuskan sekelompok orang atau kelompok belakangan ini bahwa kalau orang Gunung menjadi Gubernur  akan menginjak-injak orang lain. Hembusan itu ditepis Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang, Drs,Welington Lod Wenda,M.Si .
Kepada penulis, belum lama ini  di Jayapura,  Wenda yang sampai saat ini masih menjabat sebagai Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang membeberkan  tindak kekerasan yang saat ini mengganggu kehidupan masyarakat Papua itu yang  identik disebut-sebut  dilakukan oleh orang  gunung.
Welington Wenda dengan tegas bahwa hal itu sama sekali tidak benar, dan sangat keliru  dan kalau memang  ada maka dirinya sebagai orang tua di wilayah Pegunungan Tengah Papua meminta maaf  kepada  keluarga besar Papua, baik yang ada di pesisir pantai dan saudra yang datang dari luar Papua. 
Dikatakannya, orang gunung tidak ambisi jabatan. Orang gunung terbuka untuk semua yang ada di Tanah Papua, apakah asli Papua atau imigran dari luar Tanah Papua. “ Saya kasih contoh. Lihat di Pegunungan Bintang, masyarakat di sana dan tanya kepada mereka. Masyarakat di Pegunungan Bintang  sampai saat ini hidupnya rukun, damai, saling tolong-menolong, menghargai satu sama yang lain. Jangan buat issue miring yang tidak bermakna itu bahkan isu itu dapat meniptakan konflik antara sesama orang asli Papua,” katanya berang.
Dirinya berharap kepada semua komponen bangsa untuk membuka hati dan telinga dan tidak terpengaruh dengan isu-isu murahan yang sengaja diciptakan untuk merusak tatanan kehidupan di Papua karena orang asli itu tau adat. Hidup rukun, kasih, setia dan saying-menyayangi satu sama lain. “Orang gunung itu baik. Jangan karena kepentingan sesaat buat issue yang tidak jelas malah bikin rusak,” katanya mengingatkan. (krist)


Read More......

IJTI Papua Kecam Aksi Teror Terhadap Wartawan di Kaimana

JAYAPURA, —Lagi-lagi kekerasan terhadap wartawan di Tanah Papua, terjadi lagi. Kali ini giliran sejumlah wartawan di Kabupaten Kaimana, Papua Barat.
Menurut pernyataan sikap dari Ikatakan jurnalis Televisi Indonesia – Papua yang dikirm ke Koran Papua, bahwa ceritanya, gara-gara tulisan yang berkaitan dengan dugaan identitas palsu Bupati Kaimana, Drs Matias Mairuma,  sehingga  Yakob Onweng (Wartawan Fajar Papua) dan Dominika Hunga Andung (Wartawan Radar Sorong) mendapatkan ancaman dari sejumlah warga Kaimana yang menjadi kaki tangan Bupati Kaimana itu.
Dalam pernyataan sikap IJTI Papua No. 01/ IJTI-PAPUA/ I / 2013 yang ditandatangani Ketua Bidang Advokasi & Kesejahteraan Ricardo Hutaean dan Chanry Andrew Surupatty, disebutkan bahwa menurut Yakob Onweng (Wartawan Fajar Papua), kejadian pengancaman ini terjadi pada Jumat 18 Januari 2013 lalu, dirinya diancam sekitar pukul 17.00 WIT oleh beberapa orang yang mengaku dekat Bupati Kaimana. Mereka mengancam Yakob Onweng dengan umpatan agar menghentikan pemberitaan soal kasus-kasus Bupati Kaimana karena dianggap pemberitaan yang ditulis sudah keterlaluan.
Bukan hanya itu, Yakob Onweng mengaku, rumahnya dicat oleh orang tak dikenal dengan sejumlah tulisan dengan umpatan. Karena merasa takut, dirinya langsung melaporkan hal itu kepada Kepolisian Resort Kaimana pada Jumat 18 Januari 2013.
Pengancaman tersebut bukan hanya terhadap Yakob saja, tetapi Dominika Hunga Andung, wartawan Radar Sorong pun mendapatkan ancaman serupa. Menurut Dominika, ada empat orang ke rumahnya. Dari empat orang itu,  ada dua perempuan yaitu Oce Latuperisa dan Mince Titirlalobi. Sedangkan dua laki-laki lagi, tidak dikenal.
Keempat orang ini mengancam Dominika Hunga Andung untuk tidak boleh lagi menulis pemberitaan tentang kasusnya Bupati Kaimana. “Rekaman ancaman itu saya pegang sebagai barang bukti,” kata Hunga Andung.
Meski Dominika sudah menjelaskan bahwa dia dan beberapa temannya sudah tidak menulis berita itu, tetapi mereka tetap ngotot dan mengancam untuk tidak menulis lagi.
Dominika Hunga Andung juga mengakui, setelah ancaman tersebut, dirinya langsung melaporkan hal itu ke Polres Kaimana. Laporan dengan nomor polisi /LP-K/08/1/2013/Papua/Res Kaimana/SPKT tertanggal 19 Januari 2013.
Kasus pengancaman terhadap beberapa Jurnalis di Papua Barat adalah buntut dari pemberitaan tentang dugaan Indentitas palsu yang disandang oleh Bupati Kaimana Drs. Matias Mairuma yang sempat diberitakan oleh beberapa media di Papua Barat.
Atas kasus pengancam tersebut, IJTI Papua, menilai bahwa dalam menjalankan fungsinya, pers dilindungi undang-undang. Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Selain itu, Pasal 4 ayat 3 menyebutkan, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Pasal lainnya, Pasal 6 d mengatakan pers nasional berperan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
IJTI Papua menilai tindakan pengancaman dan pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh beberapa orang dekat Bupati Kaimana terhadap sejumlah wartawan di Kaimana beberapa waktu lalu bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Semestinya para orang dekat Bupati Kaimana, ataupun Bupati Kaimana sendiri dapat menempuh cara penyelesaikan sengketa pemberitaan menurut Undang-Undang Pers, yakni menggunakan hak jawab.
Kalaupun tidak puas bisa mengadukan ke Dewan Pers. Jika itu pun tidak puas bisa menempuh jalur terakhir melapor ke kepolisian dan menyelesaikan kasus lewat pengadilan.
Oleh karena itu, dalam kasus ini IJTI Papua menyatakan sikap: Pertama, mengecam tindakan kekerasan (pengancaman dan pemaksaan kehendak) yang dilakukan oleh beberpa orang dekat Bupati Kaimana Drs. Matias Mairuma. terhadap Dua wartawan yakni Yakob Onweng (Wartawan Fajar Papua) dan Dominika Hunga Andung (Wartawan Radar Sorong). Kekerasan dengan alasan apapun tidak bisa dibenarkan. Dalam menjalankan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum ( Pasal 8). Oleh karena itu, kekerasan terhadap jurnalis bertentangan dengan Undang-Undang Pers.
Kedua, mendesak Kepolisian Resor Kaimana untuk mengusut hingga tuntas kasus kekerasan yang menimpa Dua wartawan yakni Yakob Onweng (Wartawan Fajar Papua) dan Dominika Hunga Andung (Wartawan Radar Sorong).
Ketiga, menyesalkan tindakan pengancaman dan pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh orang- orang dekat Bupati Kaimana Drs. Matias Mairuma dan mendorong untuk menempuh mekanisme penyelesaikan sengketa berita dengan cara-cara yang sudah diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Hak Jawab.
“Semoga kasus-kasus kekerasan terhadap Jurnalis di Tanah Papua tidak berulang di masa depan. Mari kita jaga dan perjuangkan kebebasan pers di tanah ini,” ungkap Chanry Andrew Surupatty. (kans)

Read More......

Mengkaji Isi Media Massa di Jayapura dan Aksi Potong Pohon Beringin


Oleh : Krist Ansaka (*)

PEKAN lalu, media massa di Jayapura dan juga di luar Jayapura memberitakan tentang rencana Gubernur Papua, Lukas Enembe untuk menebang pohon beringin yang berada di depan Kantor Gubernur Provinsi Papua di Dok II, Jayapura.
Rencana ini ternyata mendapat tanggapan beragam. Ada yang pro dan ada yang kontra. Bagi kelompok yang pro mempunyai alasan sendiri. Begitu pun yang kontra punya alasan sendiri.
Rencana Lukas Enembe itu dan pendapat dari kelompok yang pro dan kontra itu, telah mewarnai halaman dan durasi di media massa di Jayapura.
Rencana potong pohon beringin ini hanya sebagai contoh dari kebijakan penguasa yang diberitakan di media massa.
Dan, media massa dalam pemberitaannya, hanya menyajikan informasi, baik informasi tentang rencana Gubernur Papua maupun komentar dari kelompok yang pro dan kontra. Di sini media massa, nampak bahwa media massa hanya sebagai institusi informasi.
Pada konteks ini, terjadi bias berita karena media massa tidak berada di ruang vakum. Padahal sesungguhnya, media massa berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbegai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam.
Media, dalam hubungan dengan kekuasaan, terutama karena anggapan bahwa media sebagai sarana ligitimasi. Media massa seperti lembaga pendidikan, agama seni, dan kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan yang bekerja secara ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa (ideplogical states apparatus).
Tapi ada yang berpendapat, media merupakan arena pergulatan antarideologi yang saling berkompetisi. Ini berarti, media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat  membangun kultur dan ideologi yang dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.
Walau begitu, kita semua sepakat, bahwa media massa bukanlah sesuatu yang bebas, independen. Tapi media massa memiliki keterkaitan dengan realitas sosial. Jelasnya, ada berbagai kepentingan yang bermain dalam media massa.  Di samping kepentingan ideologi antara masyarakat dan negara. Sementara itu, dalam diri media massa juga  terselubung kepentingan yang lain. Misalnya, kepentingan kapitalisme pemilik modal, kepentingan keberlangsungan (suistaibilitas) lapangan kerja bagi para karyawan dan sebagainya. 
Dalam kondisi dan possis seperti ini, media massa tidak mungkin berdiri statis di tengah-tengah. Dia akan bergerak dinamis di antara pusaran-pusaran kepentingan yang sedang bermain. Kenyataan inilah yang menyebabkan terjadinya bias berita di media massa yang sulit dihindari.
Oleh sementara orang, media (pers) acap disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Hal ini disebabkan oleh suatu persepsi tentang peran yang dapat dimainkan media dalam kaitannya dengan pengembangtan kehidupan sosial-ekonomi dan politik masyarakat.
Sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, media sebagai satu institusi yang dapat membentuk opini publik antara lain karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide atau gagasan atau suatu kepentingan atau citra yang direpresentasikan untuk diletakan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris.
Sehubungan dengan hal tersebut, di sini nampak bahwa sebenarnya media massa berada pada posisi yang medua, dalam pengertian, bahwa ia dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif. Tentu saja atribut-atribut normatif bersifat sangat relatif, tergantung pada dimensi kepentingan yang diwakili.
Di sini nampak bahwa, media massa merupakan sebuah kekuatan raksasa yang diperhitungkan. Dalam berbagai analisa tentang kehidupan sosial, ekonomi dan politik, media massa sering ditempatkan pada salah satu variabel determinan. Bahkan terlebih lagi, media massa dalam posisinya sebagai institusi informasi, dapat dipandang sebaagai faktor yang paling menentukan dalam proses perubahan sosial-budaya dan politik.
Oleh itu, dalam konteks media massa sebagai institusi informasi, maka media massa dipandang sebagai “urat nadi pemerintah” (the nerves of government). Hanya mereka yang mempunyai akses kepada informasi yang bakal menguasai percaturan kekuasaan. Atau paling tidak, urat nadi pemerintah itu sebenarnya berada di jaring-jaring informasi.
Sebagai “urat nadi pemerintah”, telah memunculkan anggapan sebagaian orang, bahwa tidak pernah dan tidak akan memberitkan kebenaran atau kenyataan apa adanya. Dan sebagai “urat nadi pemerintah”, media massa cenderung untuk tidak menunggu peristiwa lalu mengejar, dan memahami kebenaran serta memberitakannya kepada publik.  Media mendahului semua itu. Media menciptakan peristiwa, menafsirkan dan mengarahkan kepada terbentuknya sebuah kebenaran.
Di sini nampak, bahwa media massa telah  membentuk dirinya sebagai elite kekuasaan baru. Dan wartawan tidak lagi menjadi kelas empat. Para wartawan ini telah membentuk kelas baru. Dan anggapan kono, bahwa wartawawan sebagai anjing penjaga itu, kini telah berubah. Wartawan dan media massanya, telah tumbuh menjadi anjing yang sangat besar dan menakutkan.
Kerena itu, reporter sebagai pencari dan pengolah informasi, menghadapi dua tantangan. Pertama, repoter harus menahan godaan untuk tidak menjadi bagian dari peristiwa (rencana Gubernur Papua memotong pohon beringin) dan wartawan mengorbankan tanggungjawab kepada khalayak berita. Kedua, reporter tersebut harus mengakui bahwa seleksi sumber berita dan persoalan yang diajuykannya, bukan hanya untuk mempengaruhi kisah itu sendiri tapi juga membentuk opini publik. Terlepas dari kedua tantangan ini, tapi reporter atau media massa harus paham bahwa tanggungjawabnya terutama kepada khalayak berita bukan  kepada sumber berita.
Dengan tanggungjawab kepada khalayak berita itu yang akan mengamankan kebebasan pers di Negeri Kasuari – Papua. Semoga ! (*) = Penulis adalah Mantan Jurnalis di Papua

Read More......

TAHUKAH KAMU, MENGAPA AKU DITANAM DI DEPAN KANTOR GUBERNUR???

Oleh Lien Tamnge-Maloali (Catatan) 



BERINGIN YANG DITANAM DI DEPAN KANTOR GUBERNUR PAPUA LAMBANG KEBERSAMAAN DALAM MELINDUNGI HUTAN PAPUA DENGAN MENGEMBANGKAN SEKTOR REAL
Betapa bangganya kita apabila kita melihat apa yang kita tanam akhirnya tumbuh besardan rimbun, dan menjadi tempat berlindungnya banyak orang, menjadi tempatbertelurnya burung-burung di udara, tenpat tinggal cecak pohon, laba-laba lebah, dan berbagai mahluk yang selalu ada bersama dengan pohon dan berfungsi membersihkan udara disekitarnya.
Bayangkanjika HPH melakukan pilih, tebang, dan tanam kembali pasti yang 30 tahun lalu di tanam, pohonnya pasti sudah sebesar ini...

Berikut ini kisah tentang mengapa sampai ada pohonberingin besar dan rindang itu di halaman depan Kantor Gubernur Papua yang umurnya baru 38tahunan Suatu hari di tahun 1976 (saya lupa tanggalnya persis, tapi bisa dilihat di lobi kantor Gubernur Papua), pagi hari, masuk wali kelas kami dan mengumumkan bahwa kelas kami terpilih untuk ikut Upacara  Peresmian Gedung Kantor Gubernur di Dok II,  salah satu agenda peresmian hari itu adalah penanaman beberapa pohon-pohon sebagai perlambangan kebersamaan untuk melindungi hutan papua dan kembangkan sektor real bagi masyarakat Papua.  Sehubungan dengan Gubernur Irian Jaya pada waktu itu Kol. Soetran mantan bupati Trenggalek yang yang pernah sukses membawa masyarakat Trenggalek berjaya pada sektor real, maka Soetran pun mencanangkan program utama pertanian dan perkebunan, sehingga pada masa pemeritahannya di Irian Jaya, beliau mencanangkan masyarakat untuk menanam cengkeh.  Sampai-sampai Bagian depan halamanGedung Negara pun ditanami pohon-pohon cengkeh (3 setengah tahun ditanam akhirnya cengkeh itu berbunga). Beliau ingin agar masyarakat tidak hanya hidup dari memanfaatkan hasil hutan sebagai sumber pendapatan, tetapi ingin memberikan ruang dan waktu agar masyarakat mengerti untuk dapat mengelola hutan dengan baik dan bijaksana,beliau mengajarkan masyarakat untuk bertani dan berkebun cengkeh (memanfaatkan kebun-kebun yang sudah ada).


Sehingga pada saat peresmian Gedung Kantor Gubernur Irian Jaya, Agenda lain sebelum Peresmian Gedung Kantor Gubernur dilakukan penanaman pohon perlambang kehidupan untuk MENGINGATKAN Orang Papua bahwa Hutan harus dikelola dengan baik dan dijaga keasriannya secara bersama-sama, maka pada hari itu setelah peresmian Gedung Kantor Gubernur Propinsi Irian Jaya, maka dilanjutkan dengan acara Penanaman POHON BERINGIN KEBERSAMAAN DALAM MENJAGA HUTAN PAPUA DENGAN MENDORONG PENINGKATAN SEKTOR REAL BAGI MASYARAKAT PAPUA.  Sebenarnya ada dua pohon yang kami tanam tetapi yang satu tidak dapat hidup dan tinggallah satu saja yang hidup dan menjadi besar, dan menjadi ICON PERLINDUNGAN HUTAN di Kantor Gubernur, jika masyarakat datang ke Kantor Gubernur dapa berteduh dibawah naungannya, tanpa berpikir tentang salah satu lambang partai bahkan.  Sebab saat pohon itu di tanam, orang Papua mengetahui PAYUNG SEBAGAI LAMBANG GOLKAR.  Sayang pohon ini harus dimusnahkan dengan alasan yang kurang jelas.  Karena waktu ditanam alasannya jelas sekali.  PERLINDUNGAN TERHADAP HUTAN SECARA BERSAMA-SAMA dan semboyang ini tak pernah dituliskan pada pohon sehingga pada tanggal 19 April 2013 ditebang.

Pohon Beringin ini diberi tanah masing-mang satu skop oleh berbagai pihak diantaranya: Menteri Dalam Negeri, diikutioleh Gubernur,  Rohaniawan darimasing-masing denominasi dan Gereja Katolik, MUSPIDA, dan  berbagai komponen masyarakat mulai dari anaksekolah, SD, SMP, Mahasiswa, Pengajar, Pegawai Negeri, ABRI, Polisi,Dharmawanita, Dharma Pertiwi, Ondofolo dan Ormas serta Organisasi Sosial, dan juga Mentri Dalam Negeri dan Tamu dari Luar Negeri adalah Gubernur Province Sundown, PNG, hampir semua perwakilan komponen masyarakat, memberikan tanah pada pohon ini. INI MOMMENT PENTING YANG MENJADI LAND MARK ORANG PAPUA.

Dari sekolah menegah Atas, saya dan teman-teman se kelas saya.  Kelas 1 Bahasa, SMA GABUNGAN mewakili seluruh siswa-siswi SMA di seluruh Propinsi Irian Jaya untuk menuangkan satu sekop tanah ke dalam lubang di samping pohon beringin itu yang saat itu masih sekitar satu meter tingginya. Setelah tanam pohon itu, dan sirena tanda diresmikan berbunyi dan penandatanganan prasasti peresmian gedung, kita semua diundang masuk ke dalam gedung, sewaktu berjalan kami sempatkan diri untuk berlatih bahasa ingris kami dengan rombongan dari PNG dan sambil berseloroh, Gubernur Sundauwn berkata "Oneday this tree will be a wittness of the freedom" (ya.. ya.. ya... pasti sudah, oleh karenanya ditebang)

Nah yang ingin saya tegaskan adalah, bukan soal pohon itu ditanam tetapi kata-kata pencanangan untuk mengingatkan kita kepada kebersamaan dan perlindungan hutan,maka sebagai salah satu orang yang turut memberikan tanah kepada pohon beringin itu untuk bisa hidup sampai sekarang.

Saya marah dan protes keras atas pemberitaan tentang rencana penebangan pohon Beringin Rindang Asli Papua, yang di kota Jayapura tersisa 3 pohon saja, dua diantaranya yang satu jenis ada di Kantor Gubernur dan satu lagi di halaman SMK Negri 3 Kotaraja, karena BERINGIN YANG DI DEPAN KANTOR GUBERNUR ADALAH ICON BAGI SELURUH ORANG PAPUA UNTUK MENJADI BAROMETER PERLINDUNGAN HUTAN PAPUA DARI PENGRUSAKAN LINGKUNGAN ATAS NAMA PERCEPATAN PEMBANGUNAN, KEBUTUHAN NASIONAL DAN LAIN-LAIN YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP KEMAKMURAN ORANG PAPUA YANG PUNYA TANAH, HUTAN, AIR DAN UDARA, DIMANA KAMI DICIPATAKAN DI ATASNYA DENGAN PEMBAGIAN YANG JELAS.  GUBERNUR KE GUBERNUR HARUS INGAT ITU.

Apalah arti hidup sebatang pohon beringin, yang tidak dapat berteriak memprotes perilaku manusia atas kesewenang-wenangan untuk menebang dan memotongnya ,padahal jika kita lihat dari fungsinya pohon ini telah lebih dari 30 tahun menyerap karbon dan setiap hari setia membersihkan udara di sekitarnya.  Papua adalah surga kecil yang jatuh kebumi, dalam hubungan dengan kesatuan.

Catatan penting bagi Orang Papua:
1.  Eko-region dunia Papua adalah Hutan Hujan Tropis yang harus di jaga keasriannya, karena jika hutan hujan tropis Papua rusak, maka tidak ada orang lain yang dapat menolong kita, karena bencana perubahan iklim telah melanda pulau dan benua lainnya.  Maka kita sendirilah yang harus bangkit untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh bencana perubahan iklim itu.

2.  BUKANKAH POHON BERINGIN INI TELAH MENJADI ICON KEBERSAMAAN ORANG PAPUA YANG BERJANJI UNTUK MENJAGA HUTANNYA DAN MENGEMBANGKAN SEKTOR REAL.

3.  PEPATAH ORANG ADAT ADALAH, KALAU KITA HENDAK MENEBANG SATU BATANG POHON KITA HARUS BERTANYA KEPADA BURUNG-BURUNG, ULAR, LEBAH, LABA-LABA, TIKUS DAN JUGA CECAK YANG HIDUP DALAM NAUNGAN POHON ITU.

HIMBAUAN KEPADA PEMERINTAH TERUTAMA SKPD YANG BERKAITAN LANGSUNG DENGAN HUTAN DAN SUMBER ALAM LAINNYA, SEHARUSNYA KALIANLAH YANG HARUS BIJAKSANA UNTUK MEMBERIKAN NASEHAT YANG BAIK KEPADA GUBERNUR, UNTUK DAPAT MENGELOLA HUTAN DENGAN BAIK DAN TIDAK MENGUNAKAN BERBAGAI HAL TERUTAMA TEKANAN INVESTOR DAN BERBAGAI TEKANAN DARI PIHAK LAIN, YANG JELAS-JELAS MEMISKINKAN ORANG PAPUA.

HUTAN PAPUA MILIK ORANG PAPUA DAN BARNABAS SUEBU GUBERNUR LALU TELAH MENCANANGKAN "HUTAN KEMBALI KE MASYARAKAT", NAH TINGGAL SEKARANG BUKTIKAN BAHWA RAKYAT MENJADI SEJAHTERA DAN BERADAB SEPERTI YANG DICETUSKAN GUBERNUR PAPUA YANG BARU.

"Ukuran yang kita gunakan untuk mengukur sesuatu, ukuran yang sama juga akan dipakaikan kepada kita"

Jayapura, Pertengahan April 2013,
Lien Maloali
Penjaga Hutan Papua, Pekerja Lingkungan
pantang tebang pohon kalau tidak perlu

Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com