Tuesday, December 9, 2008

Betulkah Inpres itu untuk Dongkrak Otsus?

Walaupun sudah ada Otsus untuk mempercepat pembangunan di Tanah Papua, tapi Jakarta kembali meluncurkan Inpres Nomor 5 tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Betulkah Inpres itu untuk mendongkrak pelaksanaan Otsus atau hanya sebagai “gula-gula” politi?

PAPUA, negeri yang pernah terlupakan. Tapi ketika rakyat menuntut untuk pisah dari Indonesia, lalu Jakarta menjawab dengan pemberian otonomi khusus yang diundangkan 21 November 2001 dan mulai berlaku sejak 2002. Kemudian, ketika Dewan Adat Papua menolak Otsus, terus rakyat mengusulkan Bintang Kejora jadi lambang daerah, lalu diduga, Jakarta menjawab dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Menurut Dewan Adat Papua, pelaksanaan Otsus dengan program perioritas yaitu peningkatan pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dan pembangunan infratruktur yang sudah dilakukan sejak 2002 hingga 2007, belum memberikan perubahan peningkatan bagi rakyat asli Papua. Padahal, uang yang dikucurkan terus meningkat dari Rp 1,2 triliun dan kini menjadi Rp 3,2 triliun.

Kini Jakarta meluncurkan lagi Rp 17 Triliun melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Program perioritasnya ada lima yaitu : Pertama, pemantapan ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan. Kedua, peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan. Ketiga, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Keempat, peningkatan infrastruktur dasar guna aksesibilitas di wilayah terpencil, pedalaman dan perbatasan Negara. Dan kelima; perlakukan khusus (affirmativ action) bagi pengembangan kualitas sumber daya manusia putra-putri asli Papua.

Tampaknya, program perioritas dari Inpres itu, tak jauh berbeda dengan program Otsus dan juga agenda pembangunan dari Gubernur Barnabas Suebu.

Menurut siara pers Foker LSM Papua pada Selasa, 7 Agustus 2007, bahwa pelaksanaan Inpres harus diintegrasikan di bawah kendali UU NO 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan. Penggunaan anggaran Inpres harus diperjelas antara alokasi dana yang disiapkan APBN dan APBD untuk lima program perioritas itu.

Menurut anggota Steering Committee Foker LSM Papua, Paskalis Letsoin.SH, bahwa dengan adanya Inpres itu, Pemerintah daerah tidak boleh mengabaikan kewajibannya untuk membuat Perdasi dan Perdasus seperti yang diamanatkan UU NO 21 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus, pasal 35 dan pasal 36. Misalnya, pasal 36 ayat 1 disebutkan, “perubahan dan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja Provinsi Papua harus ditetapkan dengan perdasi.”


Paskalis juga mengingkatkan, walaupun ada Inpres, tapi pemerintah provinsi harus tetap konsisten serta bertanggung jawab terhadap pelaksanaan RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) pada tingkat kabupaten atau Provinsi yang sudah ditetapkan. Bahkan pemerintah juga harus tetap menjalankan Rencana Pembangunan Kampung (RESPEK) yang sudah dicanangkan untuk lima tahun kedepan.

Persoalan sekarang, untuk pengucuran dana Otsus per tahun anggaran saja, Jakarta tampaknya tak serius. Hal itu terbukti dengan lambatnya pengucuran dana Otsus sehingga cukup banyak program yang terbengkalai. “Kalaupun ada kegiatan pembangunan yang jalan, itu pun hanya untuk mengejar target tanpa memenuhi kualitas yang baik,” kata Paskalis Lesoin.

Kalau tak ada integrasi program dan pembiayaan antara Otsus dan Inpres, maka dikuatir Inpres itu hadir bukan untuk menyelesaikan masalah tapi membuat masalah di Papua bertambah runyam. Padahal dalam Inpres itu disebutkan, bahwa lima prioritas percepatan pembangunan sebagai lima prioritas “penyelesaian masalah” yang dalam pelaksanaannya difokuskan pada pembangunan infrastruktur transportasi.

Inpres itu diinstruksikan kepada 11 mentri, Gubernur Provinsi Papua dan Gubernur Papua Barat, serta para bupati/walikota se-Tanah Papua untuk melaksanakan dan mengatur tentang lima prioritas kebijakan baru.

Kemudian gubernur ditugaskan menyusun Rencana Induk dan Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Provinsi sebagai penjabaran dari prioritas itu. Sedangkan untuk 11 menteri yang dilibatkan bertugas mendukung dan memfasilitasi kedua gubernur dalam menjalankan kegiatan pembangunan sesuai bidang perhatian dari setiap menteri bersangkutan.

Dalam Inpres itu dilampirkan pula Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat Tahun 2007-2009, seperti pembangunan jalan raya, pelabuhan dan bandar udara yang harus dibangun dalam tempo dua tahun itu.

Fasilitas yang mau dibangun umumnya dipusatkan pada sembilan wilayah yang ditetapkan menjadi pusat pengembangan kawasan industri dengan spesifikasi kegiatannya dari pertambangan, pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan hingga pariwisata.

Program itu akan dicanangkan oleh Menko Perekonomian Boediono selaku Ketua Tim Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Papua dan Irian Jaya Barat.

"Kami telah membahas rencana induk percepatan pembangunan papua. Menurut Inpres No 5/2007, pelaksanaannya ditugaskan kepada Gubernur Papua, maupun Papua Barat," kata Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta kepada wartawan di Jakarta, belum lama ini.
Paskah mengatakan, gubernur sudah siap dengan rencana ini dan dalam action plannya juga telah disiapkan oleh para menteri terkait yang ditugasi sesuai Inpres No 5/2007 untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.

Pemerintah akan memadukan rencana induk dengan program yang dialokasikan melalui APBN maupun program APBD serta dana-dana lainnya seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU). Dana-dana itu kata Paskah, tinggal disinkronisasikan. “Program percepatan pembangunan infrastruktur di Papua akan menyentuh masyarakat karena Inpres yang ada telah disiapkan secara matang,” kata Paskah.

Menurut rencana, tanggal 8 Agustus 2007, Inpres ini akan dimulai. Tapi kenyataanya molor juga.

Tentang pengawasan, Direktur Eksekutif ICS, Budi Setyanto SH menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat di Papua untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan maupun pemanfaatan dana sehingga mengoptimalkan hasil yang ingin dicapai sekaligus meminimalisir kebocoran dana yang digunakan.

“Selain itu evaluasi terhadap pelaksanaan Inpres wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan masyarakat Papua dan hasilnya harus disampaikan kepada publik sebagai bentuk pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntanbilitas,” kata Budi
Krist Ansaka


0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com