Tuesday, December 9, 2008

Kampung itu Bernama Kapadiri


Penduduk asli Papua yang mendiami sebelah barat laut, pesisir Pulau Papua, tepatnya di Kampung Kapadiri, Distrik Waigeo Utara, kini sedang gunda gulana lantaram kandungan nikel di Gunung Fokfak Timur, Fokfak Barat dan dan Pulau Mauram hendak dikelola perusahaan yang tidak menghargai hak-hak masyarakat adat.


TERIAKAN protes yang terlontar dari penduduk asli Papua di Kampng Kapadiri, Distrik Waigeo Utara, Provinsi Papua Barat, berhasil menggugah Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk melihat dan merasakan penderitaan rakyat yang dilego ke MRP melalui Lembaga Masyarakat Adat Ambel Maya. Untuk itulah, lembaga kultural ini mengirim anggota, Frida T, Kelasin.

Bagaimanakah sehingga Frida bisa sampai ke Kampung Kapadiri? Berikut ini, ikutilah kisahnya yang diungkapkan kepada Suara Perempuan Papua melalui laporan kunjungan kerja.

Kampung Kapadiri terletak di Distrik Waigeo Utara, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kabupaten ini berada di sebelah barat laut, pesisir Pulau Papua.

Untuk sampai ke Kampung Kapadiri, hanya bisa dilakukan dengan menggunakan alat transportasi laut. Jarak tempuh dari Kota Sorong, berfariasi, tergantung jenis alat transportasi laut.

Umumnya, masyarakat menggunakan alat transportasi yang disebut Body, yaitu perahu yang menggunakan motor tempal. Dengan Body untuk sampai ke Kabupaten Raja Ampat, lamanya antara 6 – 8 jam dari Kota Sorong.

Tak ada pilihan lain, perempuan yang penuh idealisme itu menggunakan Body menantang ombak. Menyeberang laut ini, penuh resiko. Apalagi, mesin motor temple yang digunakan itu, tiba-tiba rusak di laut.

Perjalanannya pun membutuhkan biaya yang tidak sedikit lantaran harga BBM terus melambung sementara daya beli masyatakat, tak pernah sangat terbatas.

Kampung Kapadiri terletak dalam teluk yang dihiasi dengan gunung-gunung yang mengandung nikel di dalamnya. Sementara itu, nampak dari cela-cela bebatuan mengalir air yang terus membasahi tanah dan tanaman di sekitarnya.

Ketika memasuki kampung Kapadiri, nampaknya juga gunung Fofak Timur, Fofak Barat dan Pulau Manuram yang menjadi rebutan sejumlah perusahaan lantaran kandungan nikel di dalamnya.

Dalam dalam laporan kunjungan kerjanya, Frida T. Kelasin mengungkapkan, bahwa di atas Gunung Fofak Timur terdapat batu atau tugu peringatan temuan bahan nikel oleh PT Nikel Gak yang diteliti tahun 1962. Tugu peringatan itu dirawat dengan baik oleh masyarakat adat di Kampung Kapadiri. Dan marga Wakaf adalah pemilik hak atas tanah terbesar di Kampung Kapadiri.

Sementara Pulau Manuram disebut masyarakat setempat sebagai “Putri Laut” Distrik Waigeo Utara. Ibukota Kabare, merupakan Waigeo Utara, yang juga merupakan pintu masuk Kampung Kapadiri. Pulau Manuram ini memiliki pasir putih dan air laut yang jernih. Dari atas gunung di Pulau Manuram, kita dapat melihat sejumlah kampung yang menghadap langsung dengan Pulau Manuram.

Kampung Kapadari telaknya cukup jauh dari ibukota Kabupaten Raja Ampat di Waisai. Bahkan sangat jauh dari Kota Sorong. Walau begitu, penduduk di kampung ini sangat paham tentang fungsi MRP. Hal itu terbukti dengan penjemputan yang dilakukan aparat kampung dan masyarakat adat di Kapadiri.

Tanggal 27 Maret 2007 ketika senja tiba, anggota MRP, Frida Kelasin tiba di Kampng Kapadiri. “Saya tiba di jembatan kayu, langsung disambut Kepala Kampung, Kapolsek Waigeo Utara, Tokoh Agama dan juga masyarakat Kampung Kapadiri,” ungkap Frida T. Kelasin.

Saat itu, terdengan alunan musik suling tambur dan Frida pun menerima pengalungan bunga dari masyarakat Kapadiri. Bersama Frida, ikut pula utusan Danramil Waigeo Utara, staf sekretaris distrik, dan pihak PT Bumi Makmur Selaras yang memfasilitasi perjalanan dengan menyiapkan spreed yang menggunakan mesin dalam.

Saat itu, nampak betul masyarat Kampng Kapadiri menghadapkan MRP supaya berperan untuk ikut membela hak-hak adatnya yang hendak diserahkan oleh Bupati Raja Ampat kepada pengusaha nikel yang tak disukai masyarakat adat di sana.

Penyambutan anggota MRP itu, berbeda dengan penyambutan di Ibukota Distrik. Bahkan di Kota Ibukota Distrik Waigeo Utara, Frida tidak diperkenangkan melanjutkan perjalanan ke Kampung Kapadiri. Alasan mereka, harus melapor dulu ke Kabupaten Raja Ampat. Namun setelah diberikan penjelasan yang memakan waktu, akhirnya, anggota MRP itu pun dipersilahkan melanjutkan perjalanan ke Kampung Kapadiri.

Distrik Waigeo Utara terdiri dari sembilan kampung, yaitu: Kampung Kabare, Bonsayor, Andei, Asukweri, Rauki, Kapadiri, Bone, Warwaney, dan Mnier. Kepala Distrik Waigeo Utara adalah Yunus Burdam. Sedangkan Kepala Kampung Kapadiri adalah Yonas Kein.

MRP melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Raja Ampat lantaran permintaan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Ambel Maya. Harapan LMA itu agar, MRP dapat memberikan rekomendasi kepada PT Bumi Makmur Selaras yang melakukan kegiatan penambangan di wilayah adat masyarakat Waigeo Utara, khususnya di Kampung Kapadiri.

Rekomendasi MRP itu diperlukan karena hamper setahun, masyarakat adat terus “berperang” alias beda pendapat soal keberadaan PT Bumi Makmur Selaras. Apalagi Pemerintah Kabupaten telah mengeluarkan surat keputusan bupati No. 249/2006 tertanggal 12 Juni 2006, tentang pembatalan pemberian kuasa pertambangan kepada PT Bumi Makmur Selaras.


Kapadiri hanya sebuah kampung di Kabupaten Raja Ampat yang terletak disebelah barat laut, pesisir Pulau Papua. Kabupaten ini merupakan kawasan yang memiliki keaneka ragaman hayati yang sangat tinggi serta habitat laut dan darat yang mengagumkan.

Raja Ampat terletak di dekat jantung “Coral Triangle” sebuah kawasan yang mencakupi bagian utara Australia, Filipina, Indonesia, dan Papua New Guinea yang memiliki keaneka ragaman karang tertinggi di dunia.

Kepulauan Raja Ampat ini merupakan salah satu kawasan yang mengandung fauna ikan karang terkaya di dunia yang terdiri dari paling sedikit 1,074 spesies serta merupakan areal pembesaran bagi sebagian besar jenis penyu yang terancam punah.

Kabupaten Raja Ampat terdiri dari empat pulau besar yaitu: Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool serta ratusan pulau-pulau kecil lainnya.

Meskipun sebagian besar penduduk masih hidup dalam pola perekonomian yang sub sistem, tapi pola perekonimian moderen yang meggunakan uang sebagai alat tukar juga merupakan fenomena yang tumbuh dengan sangat cepat.

Masyarakat kampung merasa tidak berdaya dan tidak diikutkan oleh pendatang dari luar yang menguras sumber daya alam di areal milik adat setempat, kecuali PT Bumi Makmur Selaras yang melibatkan masyarakat Kampung Kapadiri.

Untuk pemerintahan di sana, berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2002 telah dilantik Penjabat Bupati Raja Ampat berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.81 – 172 tahun 2003 tanggal 10 April 2003 tentang pengangkatan Pejabat Bupati Raja Ampat, maka secara efektif Penjabat Bupati Raja Ampat melaksanakan tugas pada tanggal 9 Mei 2003 di Waisai Ibukota Kabupaten Raja Ampat yang ditandai dengan pembukaan selubung papan nama kantor Bupati Kabupaten Raja Ampat oleh Gubernur Provinsi Papua (saat itu belum ada Provinsi Papua Barat).

Kabupaten Raja Ampat secara geografis sangat menguntungakan karena terletak Sebelah utara berbatasan dengan samudra pasifik. Sebelah selatan berbatasan dengan laut seram Provinsi Maluku. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sorong. Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Maluku Utara

Luas Kabupaten Kabupaten Raja Ampat, 46,108 kilometer persegi yang terdiri dari luas daratan 6,000 kilometer persegi dan luas lautan 40,108 kilometer persegi.

Kabupaten Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten yang terdiri dari pulau-pulau sehingga jarak antara pulau yang satu dengan pulau lainnya berfariasi.

Ada 10 distrik dan 88 kampung di kabupaten ini dan total jumlah penduduk 37.107 jiwa. Ke 10 distrik itu adalah Distrik Ayau, Distrik Waigeo Utara, Distrik Waigeo Timur, Distrik Waigeo Selatan, Distrik waigeo Barat, Distrik Teluk Manyailibit, Distrik Samate, Distrik Kofiau, Distrik Misool dan Distrik Misool Timur Selatan.

Kabupaten Raja Ampat memiliki bahan galian yang cukup besar seperti Krikil, Batu Gunung dan Batu Kali Selam. Beberapa bahan galian secara potensial dapat digali dalam skala besar antara lain granit, Nikel, Batu Bara, Emas, Perak, Limestone, Marmer, Batu gamping, Pasir Kuarsa dan tanah Liat.

Disamping bahan galian itu, ada juga bahan tambang minyak dan gas bumi yang dikelola oleh Pertamina, dan sejak tahun 1887 oleh Pemerintah Hindia Belanda bersamaan dengan pegoperasian minyak bumi yang diexploitasi di Pulau Seram Maluku terdapat beberapa Perusahaan swasta yang telah melirik beberapa jenis bahan galian untuk diadakan exploitasi.



0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com