Sunday, October 19, 2008

Arang Tempurung Menggantikan Minyak Tanah

Penduduk Kabupaten Supiori menjadikan arang tempurung sebagai pengganti minyak tanah.

NYIUR (kelapa) di pulau-pulau di Kabupaten Supiori, bukan sekadar penghias negeri itu. Buah-buah yang melimpah dari nyiur itu juga tak hanya untuk dimakan atau dibuat minyak kelapa. Kini hamparan pohon kelapa itu dikelola Kantor Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Supiori.

Hasilnya, buah kelapa dapat dijadikan minyak kelapa murni (virgin coconut oil) untuk kekebalan tubuh, minyak goreng, pelembab dan sabun. Dari serabut dan tempurung kelapa juga bisa dihasilkan perlengkapan rumah tangga. Sementara batang dan lidinya bisa dijadikan berbagai jenis kerajinan, seperti kursi, bingkai foto dan sapu.

Awal Juni lalu, harga bahan bakar minyak yang melambung mempengaruhi harga seluruh kebutuhan masyarakat dunia, termasuk di Papua. Kenaikan itu diikuti semakin langkanya bahan bakar minyak yang dampaknya sangat memukul, terutama, masyarakat kecil. Teristimewa, mereka yang menggantungkan kebutuhan rumah tangganya pada minyak tanah.

Dampak yang sama juga dirasakan masyarakat Kabupaten Supiori. Untuk kebutuhan memasak, masyarakat di daerah itu memanfaatkan arang tempurung kelapa—lazim disebut borkat— -sebagai pengganti minyak tanah.

Penggunaan borkat ini sangat membantu dan aman. Pembuatannya juga sangat mudah, karena hampir semua bahan baku disediakan alam. Bahan-bahan campuran pun mudah didapat.

“Untuk menggantikan minyak tanah atau kayu bakar, kami biasanya menggunakan borkat untuk memasak. Penggunaannya juga aman; cukup dengan meneteskan sedikit minyak tanah, lalu dibakar. Api atau bara yang dihasilkan borkat itulah yang digunakan untuk memasak; api yang…dapat bertahan satu sampai dua jam,” tutur Anike Korwa, salah seorang ibu rumah tangga yang menggunakan borkat untuk memasak.

Menjelaskan produksi borkat kepada mingguan ini, Noakh Rumere, 35 tahun, salah satu penduduk Supiori mengatakan, di Supiori kini ada program Pengolahan Kelapa Terpadu. Program yang dicanangkan untuk memanfaatkan potensi pohon kelapa di sini. Melalui program ini, telah banyak hasil kerajinan dan keterampilan yang dihasilkan—borkat salah satunya.

Borkat dibuat dengan cara, terlebih dulu buah-buah kelapa kering dikuliti, lalu tempurung kelapa-kelapa itu dibakar kurang-lebih lebih 24 jam. Arang tempurung dikeluarkan, kemudian digiling hingga halus. Lalu, dicampur dengan perekat—bisa juga dengan papeda. Arang-arang tersebut kemudian dicetak atau dipadatkan. Setelah itu, dijemur di bawah terik matahari hingga benar-benar kering. Borkat siap digunakan.

Bukan hanya itu, uap (air yang dihasilkan asap) dari pembakaran dapat digunakan sebagai pengawet ikan atau daging. Caranya, asap dari dari proses pembakaran ditampung dalam wadah yang tertutup rapat dan didiamkan hingga menjadi air. Air tersebut siap untuk digunakan dengan mencampurkan 2 cc ke dalam satu liter air. Ikan atau daging siap untuk diawetkan dengan menggunakan campuran air itu.

“Semua kerajinan dari pohon kepala itu bernilai ekonomi tinggi,” kata Noakh Rumere, yang ikut program Pengolahan Kelapa Terpadu.
Potensi masyarakat Supiori itu perlu mendapat dukungan, baik dari pemerintah maupun swasta. Selain dimanfaatkan masyarakat, kelestarian pohon-pohon kelapa itu juga tidak dikorbankan.

*** Kris ansaka, Adolvina Rumbewas

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com