Sunday, October 19, 2008

“Publik Bisa Menilai Kinerja Saya”

MEMALUKAN. Kata ini pantas ditujukan kepada pelaku tindak kekerasan yang dialami Raja Isa selaku pelatih Persipura. Peristiwa yang melukai tujuan olahraga yang dikenal sportif itu mungkin baru pertama kali terjadi dalam sejarah persepakbolaan di Papua, saat Persipura selaku tuan rumah menjamu Persijap di Stadion Mandala, Kota Jayapura, Jumat, 15 Agustus 2008 lalu.

Insiden memalukan terjadi ketika Persijap unggul 1-0, saat itu terlihat M. R. Kambu selaku Ketua Umum Persipura langsung memasuki bench Persipura dan mengomeli Raja Isa. Tindakan ini diikuti beberapa pengikutnya. Jika Kambu hanya marah-marah, salah satu oknum pengikutnya justru menyerang Raja Isa dengan pukulan dan tendangan ke tubuhnya. Pertandingan sempat terhenti. Tapi kemudian dilanjutkan lagi yang berakhir dengan skor 1-1.

Raja Isa, pelatih sepakbola asal Malaysia ini memang tak dari awal memegang kendali Persipura. Sebelumnya, dia hanya menjadi asisten pelatih Irfan Bhakti. Tapi karena Irfan kembali ke Malaysia, kursi pelatih Persipura dipegang Raja Isa. Walau hanya pengganti, tapi apa yang digapai Persipura tetap tak bisa dipungkiri sebagai buah sentuhannya. Sebab bukan perkara gampang menangani tim berjuluk Mutiara Hitam dari Papua yang saat ini tengah berada di papan atas Indonesia Super League (ISL).

Kini Raja Isa tak lagi di tanah Papua yang dikenal sebagai Zona Damai, setelah pihak manajemen Persipura resmi memecatnya. Pelatih asal Malaysia itu tengah melatih PSM Makassar. Sementara pelaku insiden memalukan ini sudah dijatuhi hukuman dari Komisi Disiplin PSSI dengan denda puluhan juta rupiah. Dana itu seharusnya bisa digunakan mengembangkan Persipura ke depan atau dibagikan ke pemainnya sebagai bonus, tapi akhirnya hilang percuma. Jadi siapa yang rugi?

Untuk mengetahui secara jelas insiden yang tak sepantasnya ditiru oleh siapa saja. Inilah hasil wawancara Raja Isa dengan beberapa wartawan, salah satunya Cunding Levi dari Suara Perempuan Papua saat menemuinya di Hotel Relat, Kota Jayapura. Wawancara dilakukan sehari pasca kejadian dan saat itu Raja Isa sedang menunggu keputusan manajemen Persipura terhadap nasibnya (sebelum dipecat) sebagai pelatih Persipura:

Bagaimana keadaan Anda saat ini?

Saya serahkan ke dalam tangan Tuhan. Kebenaran dalam satu sisi, saya tak melakukan kesalahan fatal. Sebab dalam pekerjaan, saya melakukan dalam tekhnical box saya dan kalau Pak Wali (Kambu) bicara seperti itu, kan dia Ketua Umum Persipura. Jadi biar saja itu keputusan Tuhan yang atur. Saya merasa kecewa dan lain-lain, saya kan dipukul dan kalau ceritanya sudah dari Tuhan, ya saya menerimanya dengan terbuka. Sebab masyarakat sendiri lihat apa yang berlaku.

Peraturan Badan Liga Indonesia (BLI) jelas, saat pertandingan berlangsung hanya pengurus pasukan (pemain dan pelatih) yang ada di bangku cadangan dan ketua umum hanya waktu rehat (istirahat) bisa ke lapangan. Aturan itu jelas tertuang dalam peraturan BLI. Jadi mungkin dia terlupa. Ada waktunya manusia sebagai hamba Tuhan terlupa, waktu marah, waktu tidak enak, dan ada waktu tidak bisa melawan nafsu. Jadi semua yang berlaku ini, ya dari Tuhan.

Bagaimana sikap Anda terhadap kasus pemukulan itu?

Yang penting saya datang ke Papua yang merupakan Kota Beriman, orangnya beriman dan semuanya beriman dan sudah menjadi keputusan, ya saya mau bicara apa. Saya juga menunjukkan budaya orang serumpun atau anak melayu, bagaimana orang melayu, orang asia punya budi bicara. Dan kalau saya mau mempertanyakan kasus, untuk apa? Jika saya mau laporkan ke polisi karena saya dipukul, itu masalah syariat (proses) hukum, biar Tuhan yang akan menghukum kesalahan dan memperlihatkan kebenaran.

Jadi sebagai pelatih profesional untuk menyelamatkan sepakbola Indonesia supaya tak rusak dengan tidak ambil tindakan jalur hukum, itu kan tidak menyelesaikan permasalahan. Biar Tuhan yang akan menentukan siapa benar dan tidak benar diakhirnya nanti. Ke depan jika dia (manajemen) berkeras untuk itu, saya kan sudah lupakan peristiwa itu. Dan jika saya mau ambil tindakan jalur hukum, jalur kerajaan, atau apa, itu tidak timbul. Saya hanya mau buktikan, saya dari sebuah negara yang menggunakan akal dan pikiran, budi dan bicara dalam membuat tindakan tidak sembarang ambil keputusan, itu saja.

Kenapa tidak menempuh jalur hukum?

Saya tak akan mengambil sembarang jalur, bukannya saya takut orang Papua akan bunuh saya atau ada ancaman halus, atau apa saja. Saya hanya mau buktikan sebagai hamba Tuhan dan seorang melayu dari sebuah negara yang baik untuk meyelesaikan masalah secara etis dan aman, walau kondisinya berat. Saya sudah berdamai dan tidak memikirkan persoalan ini, biar Tuhan yang menentukan ke depan. Saya memang sedikit tersinggung karena saya dipukul, itu salah.

Tapi sebenarnya kenapa Anda dipukul?

Saat kejadian itu, semua ayunan berlari dan semua orang kejar saya. Saya harus memprotek diri saya daripada saya mengambil tindakan satu lebih baik saya ambil tindakan dua. Kalau tindakan satu saya mempertahankan, nanti saya ditumbuk, saya salah. Dalam sepakbola diajarkan kalau kita diprovokasi tenang, itu tidak apa-apa. Pada dasarnya, saya tidak bisa ngomong siapa yang pukul saya. Tapi semua televisi menayangkan kejadian itu dan semua bisa melihat dan gambar itu bisa memberi jawaban. Saya tidak enak jika menjelekkan orang, karena untuk menyebut namanya saja susah, lebih baik saya aman saja, tidak ada masalah itu.

Saat ini tim (Persipura) juga tidak terganggu, saya sudah bertemu mereka dan saya sudah bicara bagaimana menjadi pemain profesional, mengadaptasi suasana dan jangan bawa isu saya ini ke dalam pertandingan. Saya berharap semua bermain untuk menang menjaga nama besar Persipura. Secara profesional saya tidak mempengaruhi pemain, tak menyuruh pemain boikot, jual pertandingan dan saya tak pernah mengatur itu. Kehidupan saya aman sampai sekarang dan saya tak mengatur.

Dengan anak-anak juga saya tak pernah mengeluh soal kontrak atau rumah saya yang belum bayar. Saya tak pernah mengatakan itu ke mereka, karena saya tetap menyerahkan kehidupan saya kepada Allah. Saya sudah lupa perkara ini (pemukulan dirinya), tapi isu ini berjalan karena satu pihak tidak mau menyelesaikan masalah.

Jika kasus pemukulan ini ditindaklanjuti, bagaimana menurut Anda?
Tuhan ini maha kaya dan dia memilih orang untuk suatu masalah dan ini menjadi ujian buat saya, bagaimana saya meyelesaikan masalah ini. Sebab ini ujian buat saya, seandainya saat itu saya emosi, saya bisa berteriak bicara macam-macam, saya ada kontrak dan lain-lain. Tapi itu bukan pelatih, saya hidup kepelatihan sesuai dengan budaya negara itu dan tidak ada masalah buat saya. Saya menerima masalah itu dan sudah ditentukan oleh Tuhan.

Saya terserah saja jika ada lembaga lain yang akan memproses kasus ini. Saya tetap sayangkan sepakbola Indonesia dan saya sayangkan orang Papua. Kalau saya lapor ke jalur hukum, saya sama saja mejelekkan orang Papua, jelas saya menghina mereka, walau isunya hanya sepakbola Indonesia. Terus kenapa harus saya menjelekkan orang? Saya tidak akan mengambil proses hukum, karena Tuhan ada dan maha mengerti.

Informasinya Anda bakal dipecat, bagaimana tanggapan Anda?

Pemain Persipura sudah banyak berubah, hampir sekitar satu tahun delapan bulan mereka banyak mengalami perubahan, walau sedikit-sedikit, tapi mereka telah berubah. Kita menghormati keputusan yang riil, semua dalam kuasa Tuhan yang menentukan kehidupan saya. Jika (pemecatan) itu benar dan kalau ini bukan jodoh saya, sekurang-kurangnya saya telah membuktikan ke tanah Indonesia bahwa sepakbola Indonesia bagaimana seorang pelatih menghadapi situasi yang berat walaupun dia ditekan, nyawanya terancam, masih bisa melupakan kondisi dengan memperjuangkan industri sepakbola Indonesia ke depan.

Jadi untuk saya tidak masalah, yang penting industri sepakbola maju dan mungkin dua juta penduduk Papua dukung saya, tapi apa mungkin masyarakat tak menghormati walikota (Kambu)? Dalam institusi politik itu, walikota merupakan ketua masyarakat di Kota Jayapura. Jadi biarlah saya memberi pelajaran yang bagus untuk pelatih-pelatih lain bagaimana menghadapi situasi terancam walaupun hampir mati, kalaupun saya ada jantung dan umur saya 52 tahun mungkin saya sudah mati. Jadi biarlah situasi ini menjadi kenangan hidup yang manis buat saya dan saya berdoa pada Tuhan yang akan berikan jawabannya, jadi ya saya tenang saja.

Apakah cara Anda melatih Persipura dianggap tak sesuai?

Untuk masalah ini, masyarakat dan publik bisa menilai kinerja saya. Mungkin kinerja saya di mata Pak Wali (Kambu) jelek, tapi di mata publik bagus. Tapi itu kan walikota dan ketua umum, jadi ya ini kan sepakbola. Hanya gara-gara ini saya buat satu atau dua orang stress kan ngga enak. Saya ingin menyelesaikan masalah ini dengan jalan baiklah, kalau tidak ada jalan penyelesaian, ya tak masalah.

Bagaimana hubungan Anda dengan Ketua Umum Persipura?
Hubungan saya dengan Pak Wali (Kambu) baik. Saya tak pernah mempunyai masalah dengan beliau. Saya tak pernah ada kasus dengannya. Apa yang diberikan oleh saya, ya itu sudah. Saat kejadian itu, mungkin semua melupakan Tuhan sehingga ada insiden. Saya bicara sebagai seorang profesional dan saya tak membawa isu kepribadian dalam kinerja saya. Jadi terserah, ini tanah Papua yang diberkati Tuhan, kota yang beriman, ya masyarakat bisa nilai, itu saja. ***

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com