Sunday, October 19, 2008

Ketika Perempuan Menjadi Bupati


Papua bakal menjadi contoh di Indonesia Timur. Pasalnya, baru pertama kali, perempuan akan menjadi bupati. Dan dengan nurani perempuan, Joseline Sipora Boray akan mengatur keluarga besar yang namanya Kabupaten Nabire, Provinsi Papua.

Perempuan itu agen perubahan. Konsep ini akan menjadi nyata ketika Kabupaten Nabire dipimpin seorang perempuan. Pasalnya, kondisi politik yang selalu didominasi lelaki itu, belum membuat perubahan dalam kehidupan bermasyarakat.

“Masyarakat sudah bosan dengan kepimpinan seorang lelaki yang tidak membuat perubahan. Untuk itu, perlu ada perubahan. Dan perubahan itu akan muncul kalau gubernur atau bupati dijabat oleh perempuan.” Pernyataan itu terlontar dari mulut seorang intelektual asal Nabire yang tak mau namanya disebutkan, ketika ditemui mingguan ini di Nabire pada Senin, 25 Agustus 2008 lalu.

Pernyataan itu bakal menjadi kenyataan. Soalnya, Joseline Sipora Boray saat disebut-sebut sebagai agen perubahan ketika perempuan kelahiran 2 Februari 1969 itu menjadi Bupati Kabupaten Nabire.
Tampaknya, munculnya sosok Joseline Sipora Boray akan mengukir sejarah pemerintahan di Indonesia Timur, khususnya di Papua, bahwa genderang perubahan sudah dikumandangkan melalui gerakan membangun dengan hati nurani (Gerbanghanura).

Bila dibandingkan dengan wilayah Indonesia Barat, sudah ada perempuan yang menjadi bupati bahkan gubernur. Sementara di wilayah Timur negara ini, belum ada sosok perempuan yang berada pada posisi itu. Jangankan di kursi eksekutif, di legislatif pun jumlah perempuan masih bisa dihitung dengan jari.

Semua ini terjadi lantaran dunia politik selalu dimonopoli kaum lelaki. Akibatnya, perubahan yang diimpikan masyarakat, tak pernah terwujud. Untuk itulah, mama Sipora – begitulah nama yang selalu disapa – mencalonkan diri sebagai bupati di Kabupaten Nabire.

Kepada Suara Perempuan Papua di kediamannya, di Siriwini, Nabire pada 25 Agustus pekan lalu, ibu dua orang anak ini mengatakan, ketika lelaki memonopoli dunia politik, perempuan biasanya lebih banyak mengalah. Bahkan perempuan cenderung memposisikan diri sebagai pekerja keras dalam kehidupan rumah tangga.

“Jadi, baik atau tidaknya sebuah rumah tangga bergantung dari peran perempuan. Walaupun latar belakang pendidikannya pas-pasan, namun seorang perempuan akan tetap berusaha mengatur semua kebutuhan, baik untuk anak maupun suami. Jadi perempuan itu manajer yang baik,” kata Sipora.

Dengan dasar itulah, muncul Gerbang Hanura. “Saya melihat bahwa kalau perempuan memimpin, itulah nurani perempuan. Jadi karena nurani itu, perempuan akan berpikir, bagaimana memenuhi kebutuhan rumah tangga yang besar ini (kabupaten,red.). Jadi pada dasarnya, masa depan suatu daerah tergantung pada generasi muda yang ada di daerah itu. Untuk itu, kabupaten ini dipimpin oleh orang muda yang punya kualitas kepemimpinan cukup handal,” ungkap anak dari mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Paniai, Joel Boray (alm) itu.

Selain itu, Sipora mengatakan, seorang perempuan pasti akan memikirkan bagaimana memberikan kecukupan perempuan dan anak serta masyarakat pada umumnya. Hal itu merupakan kunci utama kalau memang kita membutuhkan sebuah perubahan.

Dikatakan, dulu para ibu rumah tangga di Papua tidak memiliki pendidikan yang baik, namun anak-anak mereka bisa berhasil. Andaikan mereka mendapat pendidikan yang layak, pasti generasi mereka akan jauh lebih maju dan berkembang.

Untuk itu, apabila masyarakat memberikan kesempatan untuk memimpin Kabupaten Nabire, maka pasti semua hal ini akan diperhatikan termasuk persoalan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur.
“Pada dasarnya perempuan jauh lebih teliti dan bijaksana. Segala sesuatu yang diputuskan perempuan berdasarkan hati nurani dan perasaan, sehingga ketika membuat suatu keputusan, pasti sudah dipikirkan dampaknya dihari mendatang,” tandasnya.

Lebih lanjut, sarjana ilmu pertanahan itu menjelaskan, salah satu indikator keberhasilan pembangunan diukur dari angka kematian ibu dan anak. Untuk mengatasi tingginya angka kematian ibu dan anak, maka kita harus memberikan kepercayaan kepada kepemimpinan seorang perempuan untuk mengatasi semua persoalan ini.

Untuk perubahan yang diimpikan masyarakat dan pemerintah Kabupaten Nabire, maka Joseline Sipora Boray memilih calon wakilnya yaitu Joko Santoso, mantan anggota militer yang punya pengaruh luar biasa di lingkungan masyarakat asal Jawa, Sunda dan Madura yang jumlahnya terbanyak di Nabire.

Bagi kebanyakan pemilih di Nabire menilai, Joseline dan Joko adalah pasangan yang tepat untuk membawa perubahan. Untuk itu, wajar saja kalau pasangan ini mendapat simpati dari sebagian besar pemilih pada Pilkada Nabire 2008.

Untuk mewujudkan perubahan ini, maka Joseline dan Joko menggunakan kendaraan politik dari PDI-P, PNI Marheinisme, dan PKB.
Bagi ketiga partai politik itu, bahwa transformasi atau perubahan tidak akan terjadi di Nabire, kalau jabatan bupati masih dipegang lelaki. Untuk itu, tak ada pilihan lain, selain, Joseline diberikan kepercayaan untuk menjadi Bupati Kabupaten Nabire periode 2009 – 2014.
***Krist Ansaka, Yosias Wambrauw, Emanuel Goo (Nabire)


0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com