Sunday, October 19, 2008

Diberondongi Permintaan

Di Kabupaten Keerom, gubernur diberondongi sejumlah permintaan warga kampung. Mulai dari penambahan dana Respek, tenaga guru, bidan kampung. Atau keluhan seputar perusahaan kayu PT Rajawali Grup, usulan pencabutan izin penjulalan miuman keras dan pembongkaran bendungan di Tami.

LAGU boleh sama, tapi nada dan irama bisa berbeda, jika dibawakan penyanyi dan musisi yang berbeda. Hal ini analog dengan program pemberdayaan kampung yang sedang digulirkan saat ini.

Walaupun Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, menginstruksikan semua jajaran pemerintahannya mengordinasikan dan menyinkronkan program pemerintah provinsi hingga ke kampung, tak semua capaian yang diraih identik.

Alegori kesamaan lagu itu dikemukan Bas sendiri, misalnya, saat ‘turkam’ di Kampung Waley, Distrik Senggi, Kabupaten Keerom pada 25 Juli lalu. Apa lagu yang sama itu? Ya, “Bangun mulai dari Kampung,” kata Bas.

Tanpa kordinasi dan sinkronisasi, “lagu” yang “dilantunkan” bisa berbeda nadanya dari yang dinyanyikan gubernur.

‘Turkam’ gubernur kali ini memang lebih untuk menilai pelaksanaan program Respek yang sudah berjalan setahun sebelumnya. Gubernur hendak mengecek klop-tidaknya perwujudan dana Respek yang dikucurkan ke setiap kampung dengan usulan program.

Gubernur mengatakan, dana Respek atau dana apa pun yang turun dari pusat akan terus dilanjutkan, bahkan akan ditingkatkan. “Ini pekerjaan yang berlanjut hingga kiamat… sampai Tuhan Yesus datang kembali,” lanjutnya.

Karena upaya ini berkelanjutan, kata Bas, siapa pun gubernur dan bupati kelak, pekerjaan memperbaiki diri, membangun kesejahteraan tidak akan pernah berhenti. Jalan ini yang sedang ditempuh. “Saya minta supaya kita memahami hal ini dengan baik… pekerjaan ini harus kita laksanakan secara berencana, bertahap dan berkesinambungan,” tandas Bas.

Saat berdialog dengan warga di berbagai kampung di Keerom, gubernur diberondongi sejumlah usulan dan permintaan. Ada yang minta dana Respek dinaikkan, karena tidak mencukupi kebutuhan. Ada pula yang mengeluhkan guru yang tidak betah di tempat tugas. Tak lupa pula usulan penambahan guru bagi wilayah terpencil, tenaga bidan dan posyandu di tiap kampung.

Soal peredaran minuman keras di Papua juga dicurahkan kepada gubernur. Perusahaan Rajawali Grup yang hingga kini belum beroperasi turut dikeluhkan. Terakhir, warga meminta pembongkaran segera bendungan di Tami yang selama ini menimbulkan banjir bila turun hujan.

Menyangkut kelangkaan tenaga guru, Suebu mengakui, hal itu masih menjadi kendala. Hampir di setiap kampung, terutama di daerah terpencil di Provinsi Papua, soal tenaga guru sudah lama “diratapi.”

Agar mendapatkan guru yang berkarakter dan berjiwa pengabdian dipersyaratkan pendidikan guru yang lebih baik. Itu yang memungkinkan guru bisa betah di tempat tugas. “Karena itu, pendidikan guru perlu dibenahi,” kata Bas.

Ia berpendapat, guru yang berkarakter akan menghasilkan guru yang juga berkarakter pula. Tak sekadar pengetahuan, tapi juga semangat pengabdian dan pengasihan kepada anak didik. “Ini yang harus ditanamkan dalam pendidikan guru, tutur Bas.

Tapi, itu tidak bisa berlangsung tanpa perhatian pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Bas mencontohkan, tunjangan daerah terpencil yang sudah ditetapkan dan beasiswa bagi putra-putri guru di daerah terpencil yang belajar di kota. “Supaya guru betah tinggal dan bekerja di daerah-daerah terpencil,” ungkap Bas.

Gubernur juga mengakui, ada guru yang sampai lima tahun tidak pernah bekerja dan hanya tinggal kota, tapi menerima gaji. “Guru seperti itu akan dipecat; jatah pegawai mereka dialihkan kepada guru-guru yang rajin,” tegas Gubernur. Mereka, entah guru honorer atau guru kontrak yang mungkin pernah mengikuti seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS), tapi tidak tembus karena ditutup oleh guru-guru yang malas itu.

Tentang peredaran minuman keras di Papua, gubernur mengatakan, pemerintah daerah telah mengambil kebijakan pengawasan dan pengetatan. Tantangannya, sementara minuman alkohol dari luar diperketat, masyarakat meracik sendiri minuman alkohol dari spirtus. Sebagian malah mengakibatkan kematian. Karena itu, masyarakat juga harus berdisiplin, tidak tergoda minuman “api” itu. Perizinan minuman keras sudah dibahas; di beberapa tempat malah sudah dilarang sama sekali.

Lalu, soal kehadiran PT Rajawali Grup di Distrik Arso Timur. Perusahaan yang sudah resmikan pada 2007 ini memang belum beroperasi. Bas menuturkan, perusahaan yang termasuk salah satu yang terbesar di dunia ini terbentur oleh belum adanya izin dari Departemen Kehutananan RI. “Tapi, sebagai gubernur, saya sudah katakan kepada mereka untuk mulai bekerja,” kata Bas.

Bas menjelaskan, PT Rajawali Grup perusahaan kelapa sawit terbesar di dunia, bukan seperti PTPN II Arso yang berskala kecil. “Sayang, belum mulai bekerja, karena terbentur masalah hutan yang berakibat perusahaan ini mau menarik diri,” ungkap Bas.

Bas mengatakan, PT ini juga nanti menyediakan lahan sawit untuk rakyat; tidak seperti PTPN II. Setiap kepala keluarga akan mendapatkan empat hektare lahan sawit dengan pendapatan per bulan kurang-lebih Rp 5 juta. Setiap kampung pun akan dibangun perusahaan.

Berkaitan dengan bendungan di Kali Tami, Bas menjawab, saat pertemuan di Kampung Workwana, Distrik Arso tahun 2007 lalu, dampak bendungan memang sudah pernah dibicarakan. Gubernur sudah menindaklanjutinya dengan melakukan pertemuan dengan penanggung jawab proyek, Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang menjalankan proyek dari Departeman PU di Jakarta. Jalan keluarnya? Dinas ini perlu membongkar dan membuat sistem pengairan dengan teknologi lain.

*** Krist Ansaka, Yosias Wambrauw

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com